CHALLENGES
OF THE ADOPTION OF INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING STANDARS (IFRS) IN
SOUTH EAST ASIA
Halo kawan-kawan akuntansi, sudah lama minjo ga memposting tulisan ni, untuk kali ini minjo akan mengulas mengenai acara International Accounting Week #1 yang termasuk dalam rangkaian UMY Accounting Festival (UAF). Berbicara mengenai dunia akuntansi khususnya IFRS emang tidak ada habisnya, kenapa? karena sekarang ini kita sudah masuk di era globalisasi yang artinya banyak sekali yang akan dipertukarkan pada era tersebut. misalnya saja perjanjian, perjanjian bisa dalam bentuk standar keuangan akuntansi.
Tarian daerah disaat pembukaan acara IAW 2015 |
Sambutan dan Pembukaan oleh wakil dari Universitas |
Untuk perkembangan standar keuangan di
ASIA Tenggara khususnya di Indonesia Dr. Singgih Wijayana selaku DSAK IAI dan
pembicara pada seminar International Accounting
Week (IAW) menjelaskan bahwa Lembaga profesi akuntansi IAI (Ikatan
Akuntansi Indonesia) telah melakukan adopsi International
Financial Report Standar (IFRS) sebagai standar akuntansi keuangan global berdasarkan
komitmen publik pada 8 Desember 2008, tahun 2008 – 2012 merupakan periode
pertama Indonesia mengadopsi IFRS, pada periode tersebut belum menggunakan
secara penuh (full adoption) karena
adopsi yang dilakukan Indonesia saat itu sifatnya belum menyeluruh atau baru
sebagian (harmonisi). harmonisasi standar akuntansi diartikan sebagai
meminimumkan adanya perbedaan standar akuntansi di berbagai negara. Harmonisasi
juga dapat diartikan sebagai sekelompok negara yang menyepakati suatu standar
akuntansi yang mirip, namun mengharuskan adanya pelaksanaan yang tidak
mengikuti standar harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang
disepakati bersama. Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi
ini adalah Multinational Corporation
(MNC), kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities
Commissions). Pada periode kedua 2012 – 2015 Adopsi IFRS di Indonesia akan
diberlakukan full adoption, akan
tetapi yang menjadi permasalahan adalah kapan akan mulainya full adoption belum dapat dipastikan.
Pemberian cendramata untuk para pembicara disaat acara IAW 2015 |
Pada
Seminar Internasional Accounting Week, Bapak Rudy Suryanto menegaskan bahwa
salah satu upaya yang harus disiapkan Indonesia
adalah Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), karena UMKM
merupakan sebuah kekuatan perekonomian Indonesia yang tidak dapat dipisahkan
dari struktur pembangunan ekonomi negara ini. Langkah
yang harus dicermati ialah perhatian pada pelaporan keuangan. Instrumen laporan
keuangan menjadi sangat penting bagi UMKM dikarenakan untuk menyamakan sudut
pandang tentang standar yang ditetapkan sektor keuangan dan yang dimiliki oleh
UMKM. Melihat fenomena demikian, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang memfokuskan diri pada UMKM dengan nama
SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP). SAK ini tidak bertentangan
dengan International Financial Reporting
System (IFRS) for Small Medium
Enterprise (SME) karena merupakan sebuah modifikasi untuk penyesuaian
realita jenis usaha yang ada di Indonesia. Sehingga, hadirnya SAK ini merupakan
sebuah penjabaran, pelengkap, pendukung dari IFRS SME yang telah ada
sebelumnya. Peningkatan kinerja UMKM dengan adanya SAK-ETAP ini diharapkan
dapat menambah kualitas laporan keuangan yang dihasilkan. Hal terpenting juga
adalah kemampuan kolabirasi antara sektor keuangan dengan sektor usaha
tercermin dari realisasi sistem ini dapat memberikan efek positif pada perekekonomian
dan meningkatkan daya saing skala internasional. Inilah pokok dari semua proses
modifikasi sistem laporan keuangan yang disesuaikan dengan prospek UMKM tanpa
harus membebankan tanggung jawab besar.
Para Pembicara IAW 2015 |
Sambutan Oleh ketua HIMA FE UMY |
Kesimpulan
pada acara seminar International Accounting Week adalah dunia internasional khususnya
ASIA masih belum dapat menerima adanya standar akuntansi yang berlaku secara
universal karena banyaknya perbedaan di tiap-tiap negara yang disebabkan oleh
faktor ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Sebagai ganti dari standarisasi
sistem akuntansi yang berlaku global, muncul konsep harmonisasi standar
akuntansi, dimana negara yang bersangkutan mengadopsi standar akuntansi
internasional yang sesuai dengan kondisi negaranya dan tetap mempertahankan
standar akuntansi nasional untuk transaksi-transaksi tertentu namun transaksi
tersebut harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang telah
diadopsi. Banyak hal yang harus diperhatikan tiap negara untuk mengadopsi IFRS
secara penuh. Aspek yang harus dilihat dalam mengadopsi IFRS, sebaiknya
pemerintah tidak melakukan adopsi secara instan namun perlahan menyesuaikan
kondisi negara tersebut agar nantinya proses adopsi IFRS ini mendatangkan
keuntungan bagi negara sendiri. [Azka]
0 komentar:
Post a Comment